Gentlemen Prefer Blondes

Para cinema aficionado mungkin bertanya-tanya, mengapa memilih Gentlemen Prefer Blondes sebagai judul? Apa hubungannya? Marilyn Monroe dan Jane Russel membintangi film komedi musical buatan 1956 ini. Film yang menceritakan petualangan dua gadis dari kota kecil Little Rock dalam mencari cinta, yang membuat mereka terdampar di Paris dan berurusan dengan polisi dan hakim.


Tentu saja kaitannya adalah sebuah lagu yang dinyanyikan Marilyn Monroe. Tepatnya sepenggal lirik yang terus dikenang para pencinta film dan…..berlian. Diamonds are The Girl’s Best Friend lagunya, sedangkan sepenggal lirik itu adalah: But square-cut or pear-shaped,
These rocks don't lose their shape….Diamonds are the girl’s best friend…..(But penises are the boy’s best obsession) Okay, masuk akal?

Sebagai obsesi kaum pria, maka bentuk dari penis mereka tentunya sangat berarti juga bagi mereka. Dan karena

bentuk itu, sunat dan atau tidak sunat jadi masalah besar bagi mereka. Bila seseorang anak dibesarkan di Jawa atau Filipina, maka penis yang tidak disunat jadi masalah besar. Bocah lanang Filipina yang tidak disunat akan diteriaki “Supot!” oleh kawan-kawannya, yang artinya kurang lebih “Kulup!”. 

Sebaliknya, bila seorang anak dibesarkan di Jerman, mungkin sekali kawan-kawannya memandang dengan takjub dan ngeri kepala penisnya yang tentu lebih pucat, relatif lebih kering dan seperti berselaput. Yang pernah membaca buku Erica Jong “Fear of Flying” tentu masih ingat adegan si tokoh wanita dewasa takjub melihat penis seorang pria yang disunat, pertama kali dalam hidupnya.

Pada beberapa budaya, sunat dilakukan sebagai ritus petanda seorang anak laki-laki telah menjadi dewasa. Sementara pada budaya lain, sunat dilakukan pada bayi. Banyak orang beranggapan bahwa sunat hanya dilakukan oleh para pemeluk agama Islam dan Yahudi; anggapan ini tentu saja salah. Pria di Filipina melakukan tradisi sunat yang mereka sebut Tuli, meskipun mereka beragama Katolik. Demikian juga para penganut Katolik di Jawa. Di Amerika Serikat, pasca Perang Dunia ke-2, sunat secara otomatis dilakukan pada setiap bayi laki-laki yang lahir di rumah sakit, kecuali bila orang tuanya menolak.

Sunat adalah suatu prosedur bedah minor yang paling sering dilakukan di seluruh penjuru dunia, dengan kepentingan yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh para pro dan kontra sunat. Circumcise versus intact, demikian disebutkan. 

Tanpa mengacu pada suatu budaya atau ritus agama tertentu, sunat merupakan tindakan terapi bagi mereka yang menderita phymosis, suatu keadaan dimana kulup tak dapat ditarik karena lubang terlalu kecil, sehingga glans penis tak dapat terpapar. Pada bayi dan anak, keadaan ini terkadang menyulitkan saat ia buang air kecil, terutama jika lubang kulup terlalu kecil atau bahkan menutup. Selain itu, glans penis tak dapat dibersihkan dengan baik dari smegma, semacam lapisan lemak yang menutupinya. Smegma yang menumpuk akan menimbulkan bau tak sedap dan memicu timbulnya infeksi saluran kencing. Smegma juga memicu timbulnya balanitis, suatu peradangan terhadap glans penis karena higiene yang buruk.

Tindakan pengeratan kulup yang dilakukan sejak zaman sebelum Masehi ini memiliki bermacam-macam cara, dengan hasil yang tak kalah bervariasi pula. Pada prinsipnya, sunat berarti mengerat kulup dari penis. Kulup dibuka, dipisahkan dari glans penis, alat sunat ditempatkan diantara kulup dan glans tersebut, kemudian kulup dipotong.
courtesy of seattlemag.com


Dalam perkembangannya dari zaman ke zaman, sunat mengalami perkembangan dalam tata cara pelaksanaannya pula. Beberapa macam cara sunat atau disebut juga sirkumsisi adalah:
  • Sirkumsisi klasik menggunakan gunting: cara ini yang terbanyak dikuasai tekniknya oleh para dokter. Caranya dengan menggunting kulup secara melingkar, tahap demi tahap, dengan merawat pendarahan yang terjadi segera supaya tak terlalu banyak darah tertumpah. Cara ini aman karena tak akan terjadi kecelakaan “pemenggalan kepala penis”, namun kalau pengerjaannya tidak rapi, hasilnya memberi kesan jahitan pasar.
  • Sirkumsisi klasik dengan teknik guillotine: ini metode yang lebih lama dari cara pertama dan dilakukan pula oleh para dukun. Caranya dengan memotong kulup menggunakan pisau sekali tebas, lalu pendarahan yang terjadi kemudian dirawat. Cara ini memiliki resiko “terpenggalnya kepala penis” bila pelaku tak hati-hati, dan mengakibatkan pendarahan yang hebat. Namun cara ini menghasilkan jahitan rapi dan bentuk penis yang lebih seksi…
  • Klem: cara ini terus menerus dikembangkan. Tidak ada atau sedikit sekali pendarahan yang timbul bila menggunakan klem membuat cara ini banyak dipilih. Caranya dengan memasukan klem diantara glans dan kulup. Setelah aliran darah kulup berhenti, baru dilakukan pengeratan. Kini alat klem bahkan dibuat sekali pakai.
Bermanfaatkah sunat? Bagi mereka yang pro-sunat, jawabannya tentu iya. Terlepas dari jawaban perintah agama, sunat kata mereka ”supaya bersih”. Mungkin maksudnya adalah setelah disunat, smegma tidak lagi berkumpul di bawah kulup dan saat mandi akan ikut terbilas. Tentu saja hal ini berlaku bagi mereka yang disunat “mepet” alias ketat, dimana tak ada kelebihan kulit. Bila ada kelebihan kulit yang kemudian menutupi corona glans (mahkota penis adalah bagian bawah dari helm kepala penis) smegma akan tetap terkumpul, walau jumlahnya tentu jauh lebih sedikit dibandingkan yang tidak sunat, dan kulit perlu ditarik sedikit untuk membersihkan leher penis di bawah corona glans.

Dari sudut kesehatan, tentunya no more phymosis, no more balanitis. Sunat juga menurunkan risiko terinfeksi oleh Human Papiloma Virus yang menyebabkan kutil kelamin atau jengger ayam, serta dari risiko terjadinya kanker penis.

Pertanyaannya, bagaimana kemudian dengan seks? Bukankah sunat mengurangi kenikmatan seksual karena penis menjadi tidak peka? 


Hehehe… Siapa bilang, bro? Penis yang disunat tetap peka kok, dan kenikmatan seksual tetap dahsyat. 

Jadi, sunat meningkatkan kedahsyatan seks? 


Hmmmm… tidak juga. Kedahsyatan seks itu masalah keterampilan dan kepiawaian. 

But square-cut or pear-shaped, these rocks don't lose their shape….Mau cut mau uncut, you rock!


dr. Stanislaus Bondan M.Kes
s.bondan@angsamerah.com

editor:
dr. Gina Anindyajati
g.anindyajati@angsamerah.com


Angsamerah Clinic
Graha Media Building Lt.2
Jl. Blora 8-10, Menteng, Jakarta Pusat 10310
+6221-3915189
customer@angsamerah.com
www.angsamerah.com













.