By Eny Retna Ambarwati
A. PENGERTIAN KESEDIHAN
Kesedihan (grief) adalah reaksi normal ketika mengalami kehilangan sesuatu atau seseorang yang dicintai. (Davies, 1998). Kehilangan adalah suatu situasi yang aktual maupun potensial yang dapat di alami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.. Kesedihan yang berkenaan kepada seluruh perasaan yang menyakitkan dihubungkan dengan kehilangan, termasuk perasaan sedih, marah, perasaan bersalah, malu dan kegelisahan (Zeanah, 1989).
B. INTENSITAS DAN LAMANYA KESEDIHAN
Intensitas dan lamanya respon kesedihan tergantung terhadap penyebab kesedihannya, usia, agama dan kepercayaan, perubahan dan dibawa dari kesedihan. Kemampuan mengalami kesedihan dan sistem dukungan yang diterima (Carter, 1990, Sander, 1985).
C. TAHAPAN KESEDIHAN
1. Menurut Bawbly dan Parks (1970), Davidson (1984)
a. Syok dan hilang rasa
Syok dan hilang rasa dialami anda ketika mereka mengungkapkan perasaan sangat tidak percaya, panic, tertekan atau marah. Pengalaman ini dapat diinterupsikan oleh letupan emosi. Pengambilan keputusan sulit sulit dilakukan pada saan ini dan fungsi normal menjadi terganggu.
Fase ini mendominasi selama 2 minggu pertama setelah kehilangan. Para anda mengatakan bahwa mereka berada dalam mimpi buruk dan bahwa mereka akan bangun dan segala sesuatunya akan menjadi baik.
b. Mencari dan merindukan
Dapat diidentifikasikan sebagai perasaan gelisah, marah, bersalah dan mendua (ambiguitas). Dimensi ini merupakan suatu kerinduan akan sesuatu yang dapat terjadi dan merupakan proses pencarian jawaban mengapa kehilangan terjadi.
Fase ini terjadi saat kehilangan terjadi dan memuncak 2 minggu sampai 4 bulan setelah kehilangan. Mereka terpaku pada pikiran apa yang terjadi, apa yang telah mereka lakukan dan belum lakukan sehingga kejadian yang mengerikan itu terjadi.
c. Disorganisasi
Diidentifikasi saat individu berkabung mulai berbalik, dan menguji apa yang nyata menjadi sadar terhadap realitas kehilangan. Perasaan tertekan, sulit konsentrasi pada pekerjaan dan penyelesaian masalah dan perasaan bahwa ia merasa tidak nyaman. Dengan kondisi fisik dan emosinya muncul.
Fase ini memuncak sekitar 5 sampai sembilan bulan dan secara perlahan menghilang. Banyak anda merasa bahwa mereka tidak akan pernah keluar dari rasa kehilangan, bahwa mereka kehilangan pikiran mereka dan merasa nyeri secara fisik.
d. Reorganisasi
Terjadi bila individu yang berduka dapat berfungsi dirumah dan ditempat kerja dengan lebih baik disertai peningkatan harga diri dan rasa percaya diri. Individu yang berduka memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan baru dan menempatkan kehilangan tersebut dalam perspektif.
Reorganisasi mulai memuncak setelah setahun pertama yakni saat anda mulai melanjutkan hidupnya. Keluarga mengataka bahwa mereka tidak akan pernah melupakan yang telah meninggal tetapi mereka akan memulai kembali kehidupan mereka.
2. Engel”s Theory
Menurut Engel proses berduka (kehilangan) mempunyai beberapa fase :
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas atau pergi tanpa tujuan. Mencoba untuk membutakan perasaan, mungkin karena orang tersebut tidak menyadari implikasi dari kehilangan. Biasanya seseorang bisa menerima secara intelektual tetapi menolak secara emosional. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaphoresis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b. Fase II (Berkembangnya kesadaran)
Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. Menyalahkan diri sediri dan menangis adalah cara yang tipikal sebagai individu yang terikat dengan kehilangan.
c. Fase III (Restitusi/resolving the loss)
Berusaha mencoba untuk sepakat atau berdamai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan. Masih tetap tidak bisa menerima perhatianyang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d. Fase IV
Menciptakan kesan orang meninggal yang hampir tidak memiliki harapan dimasa yang akan dating. Menekan seluruh perasaan yang negatif.
e. Fase V
Kehilangan yang tidak dapat dihindari harus mulai disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah bisa menerima kondisinya.
3. Teori Kubler-Ross
a. Pengingkaran (denial)
Tahapan kesedihan ini dapat berakhir beberapa detik, menit atai beberapa hari dan muncul sebagai bentuk pertahanan diri. Seseorang bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan mungkin menolak untuk percaya bahwa sebuah kehilangan benar-benar terjadi.
Implikasi asuhan yang harus diberikan adalah dengan memberikan support secara verbal, berikan waktu kepada mereka untuk menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
b. Tahap marah (anger)
Tahap reaksi marah membawanya pada pertanyaan ’Why me’ dan ini adalah tahap dimana biasanya perasaan-perasaan emosi bebas diekspresikan. Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Individu akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung. Misal dalam kasus lahir mati dan kematian neonatal ayah si bayi biasanya terlebih dahulu langsung marah kepada dokter, tuhan bahkan kepada istrinya. Si ibu biasanya meresponnya dengan menangis. Pada kenyataannya walaupun dia tidak melakukan dengan hal yang serupa tapi si ibu masih tetap menyangkal kematian bayinya dan berduka cita. Tangisannya mengisyaratkan sebagai ’tangisan panggilan’ (Bowly, 1980) menunjukkan kesungguhannya menginginkan bayinya kembali.
Asuhan yang diberikan dengan membantu untuk mengerti bahwa marah adalah sesuatu respon normal terhadap perasaan kehilangan, hindari menarik diri dan membalas dengan marah dan izinkan klien mengekspresikan kemarahannya sepuas mungkin dibawah pengawasan agar tidak membahayakan dirinya maupun orang lain.
c. Tahap penawaran (bargaining)
Tahap ini mungkin merupakan fase yang pendek dan tidak diekspresikan secara verbal. Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan. Ibu yang bersedih akan ’berunding’ dengan Tuhan berjanji bahwa ia akan mendedikasikan bayinya hanya kepada-Nya dengan harapan Tuhan akan mengembalikan anaknya.
Dengarkan dengan penuh perhatian pada apa yang pasangan sampaikan dan mendorong pasangan untuk berbicara karena dengan melakukan hal tersebut akan membantu mengurangi rasa bersalah dan perasaan takut yang mereka rasakan.
d. Tahap depresi (depression)
Tahap depresi dapat menyusul sebagai bentuk kegagalan dalam tahapan ’berunding’, tahapan kemarahan dan bahkan dapat kembali pada periode penolakan. Seseorang sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputus asaannya, rasa tidak berharga bahkan bisa muncul keinginan untuk bunuh diri. Misal pada wanita yang mengalami keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal mengakibatkan timbulnya perasaan kehilangan statusnya, rendah diri, tidak kuat dan perasaan bersalah atas kegagalannya sebagai istri yang baik.
Pada tahapan ini biarkan pasangan mengekspresikan kesedihannya dan dalam hal ini komunikasi non verbal dengan duduk yang tenang disampingnya, memberikan suasana yang tenang tanpa mengharapkan adanya suatu percakapan yang berarti bahkan sentuhan. Berikan penertian pada keluarga bahwa sangat penting pasangan berada dalam kesendirian untuk sementara waktu.
e. Tahap penerimaan (Acceptance)
Pada tahap ini anda yang kehilangan mulai dapat menerima kenyataan, kasih sayangnya pada individu yang hilang mulai luntur dan emosinya berangsur-angsur mulai berkurang pada anak yang hilang, kekuatan untuk menikmati hidup kembali dan sedang menerima ucapan duka cita orang lain untuk membantu memulihkan perasaan kehilangan membutuhkan kerja keras untuk melewatinya untuk dicapai dengan baik pengaruh psikologis yang positif.
Dalam tahap ini, dukung dan bantu pasangan untuk berpartisipasi aktif dalam program pemulihan.
Tabel 6.1. Proses Duka
ENGEL (1964) KUBLER-ROSE (1969) LAMBERT AND LAMBERT MARTOCCHIO (1984) RANDO (1984)
Rando (1984) menolak Penolakan Syok dan ketidakpercayaan Phase menghindari
Pengembalian kesadaran Marah - Berteriak dan protes -
Pemulihan Tawar menawar Pengakuan Kesedihan yang mendalam, disorganisasi dan putus asa Phase konfrontasi
Idealisasi Depresi - Identifikasi kesedihan -
Reorganisassi/ pengeluaran penerimaan Rekonsiliasi/ perdamaian Reorganisasi dan pemulihan Menghidupkan kembali
D. TIPE KESEDIHAN
Tipe kesedihan menurut nanda
1. Berduka Antisipasi
Suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, obyek/ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan (tipe ini masih dalam batas normal)
2. Berduka disfungsional
Suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya di besar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, obyek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang menjurus ketipikal, abnormal.
Kesedihan adalan respon individu saat kehilangan (Corr, Nabe, and Corr, 1996). Kesedihan merupakan manivestasi di bawah ini :
1. Perasaan
adalah sedih, marah, perasaan bersalah, mencela diri sendiri, putus asa, kesepian, letih, kehilangan bantuan, syok, kerinduan, mati rasa.
2. Sensasi fisik
adalah kekosongan pada usus, sesak pada dada/susah menelan, kehilangan energi, kelelahan, mulut kering, kehilangan koordinasi.
3. Pilihan kognitif
adalah kehilangan kepercayaan, bingung, terlalu asyik dengan diri sendiri, pencarian paranormal.
4. Perubahan tingkah laku
adalah susah tidur, kehilangan semangat pada aktivitas yang biasa yang membuat dirinya merasa nyaman, bermimpi tentang kematian, menangis, tidak bias istirahat.
5. Kesulitan dalam bersosialisasi
adalah masalah dalam menjalin relasi atau fungsi social.
6. Pencarian spiritual
adalah mencari sensasi dari arti, marahpada Tuhan (Worden, 1991, as quoted in Corr, Nahe and Corr, 1996)
E. JENIS-JENIS KEHILANGAN
1. Kehilangan obyek eksterna
Kehilangan obyek/kehilangan milik sendiri/bersama-sama misalnya kecurian (perhiasan, uang, perabot rumah) atau kehancuran akibat bencana alam.
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Bisa diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat di kenal termasuk dari latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen, misalnya berpindah rumah, dirawat di rumah sakit atau berpindah pekerjaan.
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
Kehilangan yang sangat bermakna/orang yang sangat berarti adalah salah satu kehilangan yang sangat membuat stress, misalnya pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat, orang yang dipercaya atau binatang peliharaan, perceraian.
4. Kehilangan suatu aspek diri
Kehilangan diri atau anggapan mental seseorang, misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik
5. Kehilangan hidup
Dimana seseorang mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya sampai pada kematian yang sesungguhnya, misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat atau diri sendiri atau orang yang hidup sendirian dan sudah menderita penyakit terminal sekian lama dan kematian merupakan pembebasan dari penderitaan.
F. TANDA DAN GEJALA BERDUKA
1. Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah, berat badan menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat badan.
2. Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi, kesedihan, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dan menerima kenyataan , iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal
3. Efek sosial
a. menarik diri dari lingkungan
b. isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.
G. TUGAS INDIVIDU YANG BERDUKA
Worden (1991) mengidentifikasi empat tahap tugas individu yang berduka. Wanita dan keluarga yang beradaptasi terhadap kehilangan seseorang yang dikasihi harus memenuhi tugas-tugas berikut
1. Menerima realita kehilangan
Terjadi bila wanita dan keluarganya datang untuk menghadapi realitas kehilangan seseorang telah meninggal dan hidup mereka berubah. Melihat, memeluk, menyentuh dan mengingat adalah cara yang digunakan individu yang berduka untuk dapat memastikan kematian seseorang. Adalah penting bagi wanita dan keluarganya untuk menceritakan kisah mereka tentang peristiwa dan pengalaman serta perasaan kehilangan sehingga secara kognitif dan emosional mereka menerima bahwa seseorang yang mereka kasihi telah meninggal.
2. Menerima sakitnya rasa duka
Ini mengandung makna individu yang berduka harus merasakan dan mengungkapkan emosi berduka yang sangat. Anda atau keluarga merasakan sakitnya berduka dengan intensitas yang berbeda-beda, tetapi kematian biasanya dirasakan sebagai pengalaman berduka yang menyakitkan oleh setiap orang.
Masyarakat secara umum cenderung meminimalkan kematian seseorang karena tidak memiliki hubungan sosial yang nyata atau kedekatan dengan orang yang meninggal tersebut.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan
Upaya penyesuaian diri dengan tempaan lingkungan setelah menjalani suatu kehilangan berarti belajar mengakomodasi perubahan akibat kehilangan.
Seiring perjalanan waktu individu yang mengalami proses berduka memiliki kesempatan untuk mengubah pandangan mereka tentang bagaimana peristiwa kehilangan tersebut mempengaruhi hidup mereka. Hal ini bukan berarti mereka telah melupakan seseorang yang telah meninggalkannya, tetapi dengan berlalu minggu dan bulan mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan perspektif yang baru. Melanjutkan perasaan yang berbeda dan berbagai cara untuk mengatasi masalah mereka.
4. Kehidupan atau reorganisasi
Melanjutkan hidup atau reorganisi berarti mencintai dan hidup kembali. Orang yang ditinggalkan mulai lebih dapat menikmati hal-hal yang memberikan kesenangan, dapat memelihara diri sendiri dan orang lain, mengembangkan minat-minat baru dan menetapkan kembali seluruh hubungan merupakan ciri-ciri tugas ini.
H. DAMPAK KEHILANGAN
1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup, dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.
I. FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MENYERTAI KEHILANGAN (BERDUKA)
Menurut martocchio faktor – faktor resiko yang menyertai kehilangan (berduka) meliputi :
1. Status sosial ekonomi yang rendah
2. Kesehatan yang buruk
3. Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak
4. Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai
5. Kurangnya dukungan dari kepercayaan keagamaan
6. Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat menghadapi ekspresi berduka
7. Kecenderungan yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum kematian atau kehidupan setelah mati dari seseorang yang sudah mati.
8. Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri sendiri.
J. PROSES KEHILANGAN (SPORKEN DAN MICHELS)
1. Ketidaktahuan
Tidak adanya kejelasan bagi seorang klien bahwa akhir kehidupannya sudan semakin dekat. Selain itu ketidaktahuan tentang prognosa penyakit dan juga seberapa berat penyakitnya.
2. Ketidakpastian
Suatu kondisi dimana individu tidak mendapatkan gambaran yang jelas tentang bagaimana masalahnya. Individu akan mencoba mencari-cari alasan supaya masalah tersebut segera berakhir.
3. Penyangkalan
Sebagai salah satu upaya pertahanan diri, akibat ketidakmampuan seseorang untuk menerima situasi yang harus dihadapinya, seolah-olah sama sekali tidak mengerti.
4. Perlawanan
Merupakan akibat logis dari fase sebelumnya dan mulai mengembangkan kesadaran bahwa ajal sudah dekat. Wujud fase ini adalah dengan agresi dan biasanya disebut juga fase yang penuh kemarahan dan agresi.
5. Penyelesaian
Bila individu merasakan ketidakbergunaan penyangkalan dan kemarahan maka ia akan merundingkan penyelesaian dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dengannya.
6. Depresi
Individu akan mengalami kesedihan yang amt dalam, kesendirian dan ketakutan.
7. Penerimaan
Tidak setiap individu mampu mencapainya. Respon yang diperlihatkan adalah sikap yang tenang, karena ia sadar bahwa ia akan dapat mengatasi masalahnya.
Referensi :
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan.